SURABAYA – Penurunan suhu ekstrem di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) telah menyebabkan fenomena embun es atau embun upas di sejumlah titik. Fenomena ini kerap terjadi khususnya saat musim kemarau, seperti yang dijelaskan oleh Kepala Bagian Tata Usaha TNBTS, Septi Eka Wardhani, pada Senin.
“Embun upas merupakan fenomena yang sering terjadi di kawasan TNBTS, terutama saat musim kemarau,” kata Septi. Fenomena ini disebabkan oleh udara dingin yang dipicu oleh angin munson timur yang berembus dari benua Australia.
Embun upas biasanya muncul saat suhu udara berkisar antara 5 hingga 9 derajat Celsius, dan hanya dapat ditemui pada pagi hari sebelum matahari terbit sempurna. Embun ini akan menghilang seiring dengan meningkatnya sinar matahari.
Selama musim kemarau, cuaca cenderung lebih dingin karena penurunan suhu yang cukup ekstrem. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau tahun 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia akan terjadi pada bulan Juli dan Agustus.
“Kemunculan embun upas yang membeku menyerupai salju membuat kawasan wisata Gunung Bromo dan sekitarnya tampak semakin eksotis. Pemandangan Lautan Pasir Gunung Bromo tampak memutih dan lebih menarik,” tambah Septi.
Septi mengimbau calon pengunjung kawasan wisata Bromo untuk mempersiapkan diri dengan baik. “Gunakan pakaian dan jaket tebal, sarung tangan, serta kupluk atau kerpus. Bagi yang memiliki riwayat penyakit asma, harap berhati-hati dan menjaga kondisi sebaik mungkin,” ujarnya.
BMKG juga mengimbau Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau, terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal (lebih kering dibanding biasanya).
“Wilayah tersebut diprediksi dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, serta kekurangan sumber air,” kata BMKG.
Leave a Reply