JAKARTA – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan pentingnya generasi muda Indonesia untuk menguatkan kohesi sosial dan semangat persatuan dengan melampaui batasan suku, budaya, dan agama. Dalam refleksi Sumpah Pemuda pada webinar peringatan Hari Sumpah Pemuda, Jumat (27/10), Mu’ti mengingatkan peran pemuda saat ini untuk merajut persatuan dengan semangat yang sama seperti yang dicetuskan oleh para pemuda pada 28 Oktober 1928.
“Perlu ada sikap yang bisa melintas batas,” ujar Mu’ti. “Tidak hanya memahami perbedaan, tetapi juga berani berinteraksi dan mengakomodir mereka yang berbeda dalam mengekspresikan identitas mereka, baik kultural maupun personal.”
Mu’ti mencontohkan momen Sumpah Pemuda ketika para pemuda dari berbagai wilayah di Indonesia seperti Jong Java, Jong Sumatera, hingga Jong Celebes, menanggalkan sekat identitas kesukuan demi meraih kemerdekaan bersama. Meski berasal dari berbagai latar belakang, mereka sepakat menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Lebih lanjut, Mu’ti menyebut bahwa di era digital, tantangan pemuda tidak hanya soal perbedaan fisik, namun juga menghadapi derasnya informasi yang sering kali memicu sikap dangkal dan terburu-buru. Mu’ti mengingatkan bahwa kemudahan mengakses informasi bisa menyebabkan penilaian yang cepat dan dangkal jika tidak disertai dengan refleksi mendalam.
“Arus informasi yang cepat sering kali menjadikan kita tidak berpikir secara reflektif. Ini berisiko menciptakan keretakan sosial, terutama di ruang digital, karena masyarakat cenderung menjadi judgemental,” ujarnya. Ia menekankan pentingnya berpikir secara mendalam agar tidak mudah terjebak dalam bias atau pandangan sempit yang berpotensi memecah belah masyarakat.
Mu’ti mengajak pemuda Indonesia untuk menjaga semangat Sumpah Pemuda dalam konteks modern dengan membangun pemahaman lintas budaya serta memperkokoh persatuan di tengah keberagaman.
Leave a Reply