KEDIRI – Sebanyak 195 anak remaja yang sebagian besar berusia di bawah 19 tahun di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, mengajukan permohonan dispensasi kawin selama enam bulan pertama tahun 2024. Berdasarkan data dari Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Kediri, mayoritas permohonan tersebut diajukan karena para remaja perempuan hamil di luar nikah.
Humas PA Kabupaten Kediri, Munasik, menyatakan bahwa salah satu penyebab utama maraknya dispensasi kawin ini adalah lemahnya pengawasan orang tua. Banyak remaja yang mengaku melakukan hubungan intim di rumah saat orang tua mereka bekerja atau tidak berada di rumah. “Kontrol orang tua kurang, sehingga terjadi pergaulan yang agak longgar,” kata Munasik.
Menurut Munasik, kasus hamil di luar nikah yang kemudian mengajukan dispensasi kawin adalah alasan terbesar yang diterima oleh PA Kabupaten Kediri. Hakim PA mengabulkan dispensasi tersebut karena sudah ada bayi dalam kandungan pihak perempuan. Keputusan ini diambil dengan pertimbangan nasib dan masa depan anak.
“Jika dahulu dispensasi kawin diajukan karena ketakutan melanggar norma, sekarang alasan utamanya adalah karena sudah terjadi kehamilan,” jelas Munasik.
Ia berharap pemerintah daerah dapat menekan angka dispensasi kawin ini melalui program-program edukasi dan penyuluhan yang lebih intensif di kampung-kampung dan sekolah-sekolah. “Di daerah lain, program penyuluhan seperti ini sudah berjalan dan menunjukkan hasil. Di Kediri, program semacam itu masih sangat diperlukan,” tambah Munasik.
Sementara itu, Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Kediri mencatat bahwa hingga akhir Juli 2024, sebanyak 153 pasangan anak remaja (usia 16 hingga 18 tahun) mengajukan dispensasi nikah dini. Dari jumlah tersebut, 60 di antaranya diketahui hamil duluan.
Kepala DP2KBP3A Kabupaten Kediri, dr. Nurwulan Andadari, menjelaskan bahwa sebagian besar remaja yang menikah dini belum siap menjadi orang tua. Hal ini terutama berlaku bagi pihak perempuan yang secara mental masih kekanak-kanakan dan belum siap menjalani peran sebagai ibu.
“Secara ekonomi, mereka juga belum mandiri dan masih mengandalkan orang tua. Faktor penyebab pernikahan dini ini antara lain karena unsur suka sama suka, tidak ingin melanjutkan sekolah, serta kurangnya pengawasan dari orang tua,” jelas dr. Nurwulan.
Ia menambahkan bahwa pernikahan dini memiliki risiko kesehatan yang tinggi bagi perempuan, termasuk kemungkinan keguguran dan potensi bayi lahir stunting akibat kurangnya asupan gizi. “Ketidakmampuan suami dalam memenuhi kebutuhan ekonomi juga menjadi faktor penyebab masalah ini,” tambahnya.
Saat ini, DP2KBP3A Kabupaten Kediri terus berupaya memberikan edukasi mengenai risiko pernikahan dini kepada remaja di sekolah-sekolah. Tujuannya adalah untuk mengisi masa remaja dengan kegiatan yang lebih bermanfaat dan positif.
Leave a Reply