MOJOKERTO – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto secara resmi menetapkan 20 objek sebagai cagar budaya, termasuk di antaranya Arca Bima. Keputusan ini diambil dalam upaya melestarikan warisan budaya yang bernilai sejarah tinggi. Arca Bima kini tersimpan di Pengelolaan Informasi Majapahit (PIM) Mojokerto, bersama dengan prasasti, candi, dan arca lainnya.
Arca Bima memiliki dimensi lebar 49 centimeter, tebal 46 centimeter, dan tinggi 122 centimeter. Dibuat dari batu andesit berwarna abu-abu, arca ini menggambarkan figur manusia dalam posisi berdiri di atas lapik dan bersandar pada stella. Kepala arca dihiasi mahkota, serta aksesoris seperti giwang, kalung, gelang tangan, gelang kaki, kelat bahu, upawita, dan ikat pinggang dengan motif kotak-kotak.
Arca ini ditemukan di Tritis, Kabupaten Probolinggo, dan diidentifikasi sebagai representasi tokoh Bima, salah satu anggota Pandawa dalam Kitab Mahabharata, khususnya pada bagian Adiparwa. Bima, anak kedua dari lima bersaudara Pandawa, dikenal memiliki “keistimewaan” sejak lahir. Menurut cerita, saat Bima lahir, tubuhnya terbungkus dan tidak ada yang mampu membuka bungkus tersebut. Ia kemudian dibuang ke hutan Gandamayit, di mana seekor gajah bernama Sena menemukan dan membuka bungkus tersebut, sehingga Bima diberi nama Bratasena.
Selain dalam Mahabharata, keistimewaan Bima juga tercatat dalam Kitab Bharata Yuddha. Dikisahkan bahwa Bima adalah seorang pahlawan dan pemimpin Pandawa dalam perang, dengan tubuh yang jangkung dan kekar. Bima dikenal sebagai pembunuh Raja Suyudhana, musuh besarnya, dan dipuja sebagai manusia yang telah mencapai kesempurnaan hidup.
Pemujaan terhadap tokoh Bima oleh masyarakat kuno diwujudkan dalam bentuk arca, seperti Arca Bima ini, yang juga dianggap sebagai simbol ruwat (perawatan) terhadap makhluk terkutuk, baik di dunia maupun kayangan. Dalam sastra Jawa kuno, seperti Nawaruci, Bima dikenal sebagai tokoh yang sering melakukan ruwat.
“Selain Arca Bima, beberapa arca lain sudah disahkan menjadi cagar budaya. Hal itu untuk menjaga kelestarian peninggalan masa lalu,” ujar Kabid Kebudayaan Disbudporapar Kabupaten Mojokerto, Riedy Prastowo.
Leave a Reply