Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Blitar dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Blitar menggelar aksi unjuk rasa menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran. Aksi ini digelar di depan kantor DPRD Kota Blitar sebagai bentuk protes terhadap sejumlah pasal dalam revisi yang dinilai mengancam kebebasan pers.
Dalam aksinya, para jurnalis menampilkan teatrikal dengan menabur bunga di atas kartu pers yang diletakkan pada batu nisan bertuliskan “RIP Demokrasi” dan “RIP Kebebasan Pers”. Ketua IJTI Blitar, M. Robby Ridwan, menegaskan bahwa revisi RUU Penyiaran yang digagas DPR RI bisa membungkam kebebasan pers di Indonesia.
“Ini bentuk protes kami terhadap RUU Penyiaran yang dapat mengancam kebebasan pers,” kata Robby dalam orasinya, Jumat (17/5/2024).
Menurut kajian para jurnalis, sejumlah pasal dalam draft RUU Penyiaran bertentangan dengan Undang-Undang Pers dan UUD 1945. Mereka menilai hal ini tidak sesuai dengan asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori, di mana peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
“Ada sejumlah poin yang bertentangan dengan UU Pers, hal ini jelas tidak sesuai dengan asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori,” jelas Robby.
Para jurnalis Blitar Raya mendesak DPRD Kota Blitar untuk menyampaikan penolakan mereka kepada DPR RI. Mereka mengajukan lima poin tuntutan terkait revisi RUU Penyiaran 2024, yaitu Pasal 8A huruf (q), Pasal 42 ayat 2, Pasal 50B ayat 2 huruf (c), Pasal 50B ayat 2 huruf (k), dan Pasal 51 huruf E.
“RUU ini tidak sesuai dengan asas, kewajiban, dan hak dari teman-teman pers. Pers sebagai pilar demokrasi akan terancam kebebasannya,” pungkas Robby.
Dalam aksi damai tersebut, para jurnalis juga meminta DPRD Kota Blitar untuk memberikan pernyataan sikap tertulis yang selanjutnya akan dikirim ke DPR RI.
Leave a Reply