JAKARTA — Pemerintah menegaskan bahwa praktik senioritas dan bullying dalam lingkungan pendidikan dokter spesialis (PPDS) dapat dikendalikan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, di Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis (14/8/2024).
“Undang-Undang Kesehatan yang baru memberikan pemerintah posisi yang kuat untuk mengendalikan dan membatasi kemungkinan terjadinya praktik-praktik senioritas yang kompleks,” ujar Muhadjir.
Pernyataan tersebut muncul sebagai tanggapan atas dugaan bunuh diri seorang dokter PPDS di Universitas Diponegoro, Semarang, yang diduga menjadi korban perundungan oleh seniornya. Kasus ini memicu perhatian luas terkait tekanan yang dialami oleh peserta PPDS.
Muhadjir mengakui bahwa praktik senioritas dalam profesi dokter sulit dihindari karena terkait dengan proses uji kompetensi yang melibatkan dokter senior. Namun, ia menekankan pentingnya penegakan etika dan norma dalam menjalankan profesi tersebut.
“Setiap profesi, termasuk kedokteran, memerlukan struktur hierarki dan senioritas. Namun, harus ada etika dan norma yang ditegakkan dengan baik,” tegas Muhadjir.
Lebih lanjut, pemerintah telah meluncurkan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berbasis rumah sakit yang bertujuan untuk mempercepat proses pendidikan dan memperluas kesempatan bagi dokter yang ingin menjadi spesialis. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi beban stres yang dialami peserta PPDS.
“Dengan adanya program ini, kita berharap dapat mempercepat pendidikan spesialis dan membuka lebih banyak peluang, sehingga beban stres pada mereka yang menjalani pendidikan spesialis dapat berkurang,” tambahnya.
Insiden ini menyoroti kebutuhan akan pengawasan yang lebih ketat dan penegakan etika yang lebih kuat dalam pendidikan medis, agar tidak ada lagi kasus serupa yang terulang.
Leave a Reply