JEMBER – Kabupaten Jember mencatat angka putus sekolah yang mengkhawatirkan, dengan sekitar 42.000 anak tidak melanjutkan pendidikan. Data ini menjadikan Jember sebagai salah satu daerah dengan angka Anak Putus Sekolah (APS) tertinggi di Provinsi Jawa Timur. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Bidang (Kabid) Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non Formal, Jarot Waluyo, pada Rabu (25/7/2024).
Jarot menyatakan bahwa angka 42.000 tersebut mencakup anak-anak yang tidak pernah bersekolah, anak-anak yang pernah bersekolah tetapi putus di tengah jalan, dan anak-anak yang tidak melanjutkan pendidikan mereka. “Untuk Jawa Timur, khususnya Kabupaten Jember, jumlah Anak Tidak Sekolah sangat tinggi, sekitar 42.000 anak. Ini mencakup mereka yang tidak pernah sekolah, putus sekolah, dan tidak melanjutkan sekolah,” ujar Jarot Waluyo.
Meski tidak menjelaskan secara rinci alasan tingginya jumlah APS, Jarot menegaskan bahwa pemerintah telah menyediakan pendidikan non formal melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). “Beberapa anak tidak bersekolah karena berbagai alasan, maka pemerintah menyediakan pendidikan non formal untuk mengakomodasi mereka. Salah satu caranya melalui program ATS, yang diarahkan ke PKBM-PKBM di Kabupaten Jember,” jelas Jarot.
Jarot menambahkan bahwa PKBM adalah wadah bagi anak-anak untuk melanjutkan pendidikan, memperoleh pengetahuan dan keterampilan, serta mendapatkan ijazah. Pemerintah juga menggandeng mahasiswa dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) kolaboratif untuk membantu mendata dan mengatasi masalah APS. “Sebanyak 4.001 mahasiswa KKN kolaboratif diterjunkan di 248 desa di Kabupaten Jember. Tujuannya adalah melakukan pendataan APS dan mengentaskan stunting di Kabupaten Jember,” kata Jarot.
Para mahasiswa KKN kolaboratif difasilitasi dengan aplikasi yang dilengkapi data anak yang berhenti sekolah dan tidak melanjutkan pendidikan. Mereka akan melakukan pendataan ulang dan rekonsiliasi. “Kemudian mereka akan direkonsiliasi, apakah APS mau kembali ke sekolah formal atau non formal. Jika formal, kami akan mengarahkan ke sekolah terdekat, sedangkan yang non formal akan dialokasikan ke PKBM,” pungkas Jarot Waluyo.
Leave a Reply