YOGYAKARTA – Endang Rohjiani, seorang ibu dari Kelurahan Bumijo, Kemantren Jetis, Yogyakarta, membuktikan bahwa peran ibu rumah tangga tidak menghalanginya untuk berinovasi dan berkarya. Dengan mengelola Kandang Maggot Jogja, ia telah berkontribusi dalam pengelolaan sampah organik dan budidaya maggot selama satu setengah tahun.
Endang Rohjiani menjalani peran gandanya sebagai aktivis lingkungan dan ibu dari anak-anaknya dengan penuh dedikasi. Kandang Maggot Jogja, yang berlokasi di RT 61 RW 01 Kricak Tegalrejo, menjadi bukti nyata inovasinya dalam menangani sampah organik. Maggot, atau larva dari lalat Black Soldier Fly (BSF), merupakan solusi efektif untuk mengurangi sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat sekitar.
“Saya sudah membudidayakan maggot selama satu setengah tahun. Awalnya, saya mencoba sendiri di rumah, kemudian saya memberanikan diri untuk mengelolanya secara komunal,” kata Endang saat ditemui belum lama ini.
Budidaya maggot yang dilakukan Endang mampu mengurangi pembuangan dua ton sampah organik per hari. Maggot yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai pakan ikan dan unggas, dengan bahan pakan berasal dari sampah organik seperti sayuran, buah-buahan, dan sisa makanan lainnya.
“Kami memilih mengelola sampah dengan biokonversi maggot BSF untuk membantu mengatasi masalah overload di TPA Piyungan. Banyak masyarakat yang membuang sampahnya ke sungai, dan kami ingin menjawab tantangan ini,” terang Endang.
Saat ini, seluruh RW di Kelurahan Kricak telah bekerja sama dengan Kandang Maggot Jogja untuk menyetorkan sampah dapur mereka. Dari 13 RW yang terlibat, Endang mampu mengumpulkan 300 kilogram sampah organik per hari.
Selain budidaya maggot, Endang juga aktif di Forum Komunikasi Winongo Asri (FKWA) dan menjabat sebagai ketuanya. FKWA fokus pada mengubah titik-titik sampah menjadi ruang terbuka hijau dan melakukan penanaman pohon di sepanjang Sungai Winongo setiap tahun. Mereka juga mendirikan sekolah sungai untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya kelestarian sungai.
Endang tak henti-hentinya berjuang untuk menjaga kebersihan Sungai Winongo. Ia sangat gembira melihat sungai yang bersih dan bebas dari sampah, namun sebaliknya, merasa murung ketika melihat sungai yang kotor. “Saya ingin sungai ini bersih dari sampah dan mengalir seperti zaman dulu,” ujarnya.
Dua Peran yang Saling Mendukung
Endang menjalani peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan aktivis lingkungan dengan penuh semangat. Baginya, menjadi ibu adalah tugas 24 jam sehari, 7 hari seminggu, namun itu tidak berarti harus mengorbankan impian dan cita-citanya. Ia berhasil menyeimbangkan peran sebagai ibu dan aktivis, dengan tetap memberikan prioritas kepada keluarganya.
“Dekat dengan anak bukan berarti menemani mereka 24 jam, tetapi memanfaatkan waktu yang tepat untuk mereka,” kata Endang. Ia juga selalu mengajak anak-anaknya berdiskusi tentang hak dan kewajiban, serta mendengarkan apa yang mereka katakan.
Endang adalah contoh ibu yang kuat dan inspiratif, yang berhasil membuktikan bahwa wanita bisa menjadi ibu yang baik sekaligus berkontribusi secara signifikan dalam masyarakat.
Leave a Reply